hayo... pada gak tau ya? iya deh... kalua gak tau, ni ada biografi singkat dan cerita semasa beliau masih hidup di Bumi Allah, mudah-mudahan cerita ini menjadi motivasi buat diri agar menjadi muslimah yang lebih baik lagi ^_^
Asma`
Binti ‘Umais radhiallaahu ‘anha
Beliau adalah
Asma’ binti Ma`d bin Tamim bin Al-Haris bin Ka`ab Bin Malik bin Quhafah,
dipanggil dengan nama Ummu Ubdillah. Beliau adalah termasuk salah satu di
antara empat akhwat mukminah yang telah mendapat pengesahan dari Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya: “Ada empat akhwat mukminat yaitu
Maimunah, Ummu Fadl, Salma dan Asma” .
Beliau masuk Islam sebelum
kaum muslimin memasuki rumah al-Arqam. Beliau adalah istri pahlawan di antara
sahabat yaitu Ja`far bin Abi Thalib, sahabat yang memiliki dua sayap
sebagaimana gelar yang Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berikan
terhadap beliau. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam manakala ingin
mengucapkan salam kepada Abdullah bin Ja`far beliau bersabda :
‘Selamat atas kamu wahai putra
dari seorang yang memiliki dua sayap (Dzul janahain).”
Asma’ termasuk wanita
muhajirah pertama, beliau turut berhijrah bersama suaminya yaitu ja`far bin Abi
Thalib menuju Habasyah, beliau merasakan pahit getirnya hidup di pengasingan.
Adapun suaminya adalah juru bicara kaum muslimin dalam menghadapi raja
Habasyah, an-Najasyi.
Di bumi pengasingan tersebut
beliau melahirkan tiga putra yakni Abdullah, Muhammad dan Aunan. Adapun putra
beliau yaitu Abdullah sangat mirip dengan ayahnya, sedangkan ayahnya sangat
mirip dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, sehingga hal itu
menggembirakan hati beliau dan menumbuhkan perasaan rindu untuk melihat
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada Ja`far :
“engkau menyerupai bentuk
(fisik)-ku dan juga akhlakku.”
Ketika Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam memerintahkan bagi para muhajirin untuk bertolak menuju
Madinah maka hampir-hampir Asma’ terbang karena girangnya, inilah mimpi yang
menjadi kenyataan dan jadilah kaum Muslimin mendapatkan negeri mereka dan kelak
mereka akan menjadi tentara-tentara Islam yang akan menyebarkan Islam dan
meninggikan kalimat Allah.
Begitulah, Asma ‘ keluar
dengan berkendaraan tatkala hijrah untuk kali yang kedua dari negri Habasyah
menuju negeri Madinah. Tatkala rombongan muhajirin tiba di Madinah, ketika itu
pula mereka mendengar berita bahwa kaum muslimin baru menyelesaikan peperangan
dan membawa kemenangan, takbirpun menggema di segala penjuru karena bergembira
dengan kemenangan pasukan kaum Muslimin dan kedatangan muhajirin dari Habsyah.
Ja`far bin Abi Thalib datang
disambut oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan gembira kemudian
beliau cium dahinya seraya bersabda :
“Demi Allah aku tidak tahu
mana yang lebih menggembirakanku, kemenangan khaibar ataukah kedatangan
ja`far.”
Asma’ masuk ke dalam rumah
Hafshah binti Umar tatkala Nabi menikahinya, tatkala itu Umar masuk ke rumah
Hafshah sedangkan Asma’ berada di sisinya, lalu beliau bertanya kepada Hafshah,
‘Siapakah wanita ini?” Hafshah menjawab, “Dia adalah Asma’ binti Umais? Umar
bertanya, inikah wanita yang datang dari negeri Habasyah di seberang lautan?’
Asma menjawab, “Benar.” Umar berkata; ‘Kami telah mendahului kalian untuk
berhijrah bersama Rasul, maka kami lebih berhak terhadap diri Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam dari pada kalian. “Mendengar hal itu Asma’ marah
dan tidak kuasa membendung gejolak jiwanya sehingga beliau berkata: “Tidak demi
Allah, kalian bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sedangkan beliau
memberi makan bagi yang kelaparan di antara kalian dan mengajarkan bagi yang
masih bodoh diantara kalian, adapun kami di suatu negeri atau di bumi yang jauh
dan tidak disukai yakni Habasyah, dan semua itu adalah demi keta`atan kepada
Allah dan Rasul-Nya shallallâhu ‘alaihi wa sallam.” Kemudian Asma’ diam sejenak
selanjutnya berkata: “Demi Allah aku tidak makan dan tidak minum sehingga aku
laporkan hal itu kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kami diganggu
dan ditakut-takuti, hal itu juga akan aku sampaikan kepada Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, aku akan tanyakan kepada beliau, demi Allah aku
tidak berdusta, tidak akan menyimpang dan tidak akan menambah-nambah.”
Tatakala Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam datang, maka berkata Asma’ kepada Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Nabi Allah sesungguhnya Umar berkata begini
dan begini.” Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar,
“Apa yang telah engkau katakan kepadanya?”. Umar menjawab, “Aku katakan begini
dan begini”. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asma`:
“Tiada seorangpun yang berhak
atas diriku melebihi kalian, adapun dia (Umar) dan para sahabatnya berhijrah
satu kali akan tetapi kalian ahlus safinah (yang menumpang kapal) telah
berhijrah dua kali.”
Maka menjadi berbunga-bungalah
hati Asma’ karena pernyataan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tersebut
lalu beliau sebarkan berita tersebut di tengah-tengah manusia, hingga
orang-orang mengerumuni beliau untuk meminta penjelasan tentang kabar tersebut.
Asma’ berkata: “Sungguh aku melihat Abu Musa dan orang-orang yang telah
berlayar (berhijrah bersama Asma’ dan suaminya) mendatangiku dan menanyakan
kepadaku tentang hadits tersebut, maka tiada sesuatu dari dunia yang lebih
menggembirakan dan lebih besar artinya bagi mereka dari apa yang disabdakan
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam kepada mereka.”
Manakala pasukan kaum muslimin
menuju Syam, di antara ketiga panglimanya terdapat suami dari Asma’ yakni
Ja`far bin Abi Thalib. Di sana di medan perang Allah memilih beliau di antara
sekian pasukan untuk mendapatkan gelar syahid di jalan Allah.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam mendatangi rumah Asma’ dan menanyakan ketiga anaknya, merekapun
berkeliling di sekitar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kemudian
Rasulullah mencium mereka dan mengusap kepala mereka hingga kedua matanya
melelehkan air mata. Berkatalah Asma’ dengan hati yang berdebar-debar
menyiratkan kesedihan, “Demi ayah dan ibuku, apa yang membuat anda menangis?
Apakah telah sampai suatu kabar kepada anda tentang Ja`far dan sahabatnya?”
Beliau menjawab, “Benar, dia gugur hari ini.”
Tidak kuasa Asma’ menahan
tangisnya kemudian Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menghiburnya dan
berkata kepadanya:
“Berkabunglah selama tiga hari, kemudian berbuatlah sesukamu setelah itu.”
Selanjutnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anggota keluarga beliau:
“Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja`far, karena telah datang peristiwa yang menyibukkan mereka.”
“Berkabunglah selama tiga hari, kemudian berbuatlah sesukamu setelah itu.”
Selanjutnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anggota keluarga beliau:
“Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja`far, karena telah datang peristiwa yang menyibukkan mereka.”
Tiada yang dilakukan oleh
wanita mukminah ini melainkan mengeringkan air mata, bersabar dan berteguh hati
dengan menghaarapkan pahala yang agung dari Allah. Bahkan sewaktu malam beliau
bercita-cita agar syahid sebagimana suaminya. terlebih lebih tatkla beliau
mendengar salah seorang laki-laki dari Bani Murrah bin Auf berkata: “Tatkala
perang tersebut, demi Allah seolah-olah aku melihat Ja`far ketika melompat dari
kudanya yang berwarna kekuning-kuningan kemudian beliau berperang hingga
terbunuh. Beliau sebelum terbunuh berkata:
Wahai jannah (surga) yang aku
dambakan mendiaminya
harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya
tentara Romawi menghampiri liang kuburnya
terhalang jauh dari sanak keluarganya
kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya
harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya
tentara Romawi menghampiri liang kuburnya
terhalang jauh dari sanak keluarganya
kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya
Kemudian Ja`far memegang
bendera dengan tangan kanannya tapi dipotonglah tangan kanan beliau, kemudian
beliau membawa dengan tangan kirinya, akan tetapi dipotonglah tangan kirinya,
selanjutnya beliau kempit di dadanya dengan kedua lengannya hingga terbunuh.
Asma` mendapatkan makna dari
sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang pernah berkata kepada
anaknya : “Assalamu`alaikum wahai putra dari seorang yang memiliki dua sayap.”
Rupanya Allah menggantikan
kedua tangan Ja`far yang terputus dengan dua sayap yang dengannya beliau
terbang di jannah sekehendaknya. Seorang ibu yang shalihah tersebut tekun
mendidik ketiga anaknya dan membimbing mereka agar mengikuti jejak yang telah
ditempuh oleh ayahnya yang telah syahid, serta membiasakan mereka dengan
tabi`at iman.
Belum lama berselang dari
waktu tersebut Abu Bakar Ash-Shidiq datang untuk meminang Asma` Binti Umais
setelah wafatnya istri beliau Ummu Rumaan. tiada alasan lagi bagi Asma` menolak
pinangan orang seutama Abu Bakar Ash Shidiq, begitulah akhirnya Asma` berpindah
ke rumah Abu Bakar Ash Shidiq untuk menambah cahaya kebenaran dan cahaya iman
dan untuk mencurahkan cinta dan kesetiaan di rumah tangganya.
Setelah sekian lama beliau
malangsungkan pernikahan yang penuh berkah, Allah mengaruniai kepada mereka
berdua seorang anak laki-laki. Mereka ingin melangsungkan haji wada`, maka Abu
Bakar menyuruh istrinya untuk mandi dan meyertai haji setelah Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam memintanya. Kemudian Asma` menyaksikan peristiwa
demi peristiwa yang besar, namun peristiwa yang paling besar adalah wafatnya
pemimpin anak Adam dan terputusnya wahyu dari langit. Kemudian beliau juga
menyaksikan suaminya yakni Abu Bakar memegang tampuk kekhalifahan bagi kaum
muslimin sehingga suaminya merampungkan problematika yang sangat rumit seperti
memerangi orang murtad, memerangi orang-orang yang tidak mau berzakat serta
mengirim pasukan Usamah dan sikapnya yang teguh laksana gunung tidak ragu -ragu
dan tidak pula bimbang, demikian pula beliau menyaksikan bagaimana pertolongan
Allah diberikan kepada kaum muslimin dengan sikap iman yang teguh tersebut.
Asma` senantiasa menjaga agar
suaminya senantiasa merasa senang dan beliau hidup bersama suaminya dengan perasaan yang tulus turut memikul beban
bersama suaminya dalam urusan umat yang besar.
Akan tetapi hal itu tidak
berlangsung lama sebab khalifah Ash-Shidiq sakit dan semakin bertambah parah
hingga keringat membasahi pada bagian atas kedua pipi beliau. Ash-Shidiq dengan
ketajaman perasaan seorang mukmin yang shiddiq merasakan dekatnya ajal beliau
sehingga beliau bersegera untuk berwasiat. Adapun di antara wasiat beliau adalah
agar beliau dimandikan oleh istrinya Asma`
binti Umais, di samping itu beliau berpesan kepada istrinya agar berbuka puasa
yang mana beliau berkata: “Berbukalah karena hal itu membuat dirimu lebih
kuat.”
Asma` merasa telah dekatnya
wafat beliau sehingga beliau membaca istirja` dan memohon ampun sedangkan kedua
mata beliau tidak berpaling sedikitpun dari memandang suaminya yang ruhnya
kembali dengan selamat kepada Allah. Hal itu membuat Asma` meneteskan air mata
dan bersedih hati, akan tetapi sedikitpun beliau tidak mengatakan sesuatu
melainkan yang diridhai Allah Tabaraka Wa Ta`ala, beliau tetap bersabar dan
berteguh hati.
Selanjutnya beliau menunaikan
perkara penting yang diminta oleh suaminya yang telah tiada, karena beliau
adalah orang yang paling bisa dipercaya oleh suaminya. Mulailah beliau
memandikan suaminya dan hal itu menambah kesedihan dan kesusahan beliau
sehingga beliau lupa terhadap wasiat yang kedua. Beliau bertanya kepada para
muhajirin yang hadir, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa, namun hari ini adalah
hari yang sangat dingin, apakah boleh bagiku untuk mandi?” mereka menjawab,
“Tidak.”
Di akhir siang sesuai
dimakamkannya Ash-Shidiq tiba-tiba Asma` binti Umais ingat wasiat suaminya yang
kedua yakni agar beliau berbuka (tidak melanjutkan shaum). Lantas apa yang
hendak dilakukannya sekarang? sedangkan waktu hanya tinggal sebentar lagi,
menunggu matahari tenggelam dan orang yang shaum diperbolehkan untuk berbuka?
apakah dia akan menunggu sejenak saja untuk melanjutkan shaumnya?
Kesetiaan terhadap suaminya
telah menghalangi beliau untuk mengkhianati wasiat suaminya yang telah pergi,
maka beliau mengambil air dan minum kemudian berkata: “Demi Allah aku tidak
akan melanggar janjinya hari ini.” Setelah kepergian suaminya, Asma` melazimi rumahnya dengan mendidik
putra-putranya baik dari Ja`far maupun dari Abu Bakar, beliau menyerahkan
urusan anak-anaknya kepada Allah dengan memohon kepada-Nya untuk memperbaiki
anak-anaknya dan Allahpun memperbaiki mereka hingga mereka menjadi imam bagi
orang-orang yang bertakwa. Inilah puncak dari harapan beliau di dunia dan
beliau tidak mengetahui takdir yang akan menimpa beliau yang tersembunyi di
balik ilmu Allah.
Dialah Ali bin Abi Thalib
saudara dari Ja`far yang memiliki dua sayap mendatangi Asma` untuk meminangnya
sebagai wujud kesetiaan Ali kepada saudaranya yang dia cintai yaitu Ja`far
begitu pula Abu Bakar Ash Shidiq.
Setelah berulang-ulang
berfikir dan mempertimbangkannya dengan matang maka beliau memutuskan untuk
menerima lamaran dari Ali bin Abi Thalib sehingga kesempatan tersebut dapat
beliau gunakan untuk membantu membina putra-putra saudaranya Ja`far. Maka
berpindahlah Asma` ke dalam rumah tangga Ali setelah wafatnya Fathimah Az Zahra dan ternyata beliau juga memiliki suami
yang paling baik dalam bergaul. Senantiasa Asma` memiki kedudukan yang tinggi
di mata Ali hingga beliau sering mengulang-ulang di setiap tempat, “Di antara
wanita yang memiliki syahwat telah menipu kalian, maka aku tidak menaruh
kepercayaan di antara wanita melebihi Asma` binti Umais”.
Allah memberikan kemurahan
kepada Ali dengan mangaruniai anak dari Asma` yang bernama Yahya dan Aunan,
berlalulah hari demi hari dan Ali menyaksikan pemandangan yang asing yakni
putra saudaranya Ja`far sedang berbantahan dengan Muhammad bin Abu Bakar dan
masing-masing membanggakan diri dari yang lain dengan mengatakan, “Aku lebih
baik dari pada kamu dan ayahku lebih baik dari pada ayahmu.” Ali tidak
mengetahui apa yang mereka berdua katakan? Dan bagaimana pula memutuskan antara
keduanya karena beliau merasa simpati dengan keduanya? Maka tiada yang dapat
beliau lakukan selain memanggil ibu mereka yakni Asma` kemudian berkata:
“Putuslah antara keduanya! “Dengan pikirannya yang tajam dan hikmah yang
mendalam beliau berkata: “Aku tidak melihat seorang pemuda di Arab yang lebih
baik dari pada Ja`far dan aku tidak pernah melihat orang tua yang lebih baik
dari pada Abu Bakar.” Inilah yang menyelesaikan urusan mereka berdua dan
kembalilah kedua bocah tersebut saling merangkul dan bermain bersama, namun Ali
merasa takjub dengan bagusnya keputusan yang diambil Asma` terhadap
anak-anaknya, dengan menatap wajah istrinya, beliau berkata: “Engkau tidak
menyisakan bagi kami sedikitpun wahai Asma`?” Dengan kecerdasan yang tinggi dan
keberanian yang luar biasa ditambah lagi adab yang mulia beliau berkata: Di
antara ketiga orang pilihan, kebaikan anda masih di bawah kebaikan mereka.”
Ali tidak merasa asing dengan
jawaban istrinya yang cerdas, maka beliau berkata dengan kesatria dan akhlaq
yang utama berkata: “Seandainya engkau tidak menjawab dengan jawaban tersebut
niscaya aku cela dirimu.”
Akhirnya kaum mislimin memilih
Ali sebagai Khalifah setelah Utsman bin Affan, maka untuk kedua kalinya Asma`
menjadi istri bagi seorang khalifah yang kali ini adalah Khalifah Rasyidin yang
ke empat, semoga Allah meridhai mereka semua.
Asma` turut serta memikul
tanggung jawab sebagai istri khalifah bagi kaum muslimin dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa yang besar. Begitu pula dengan Abdullah bin Ja`far dan
Muhammad bin Abu Bakar berdiri disamping ayahnya dalam rangka membela
kebenaran. Kemudian setelah berselang beberapa lama wafatlah putra beliau
Muhammad bin Abu Bakar dan musibah tersebut membawa pengaruh yang besar pada
diri beliau, akan tetapi Asma` seorang wanita mukminah tidak mungkin meyelisihi
ajaran Islam dengan berteriak-teriak dan meratap dan hal lain-lain yang
dilarang dalam Islam. Tiada yang beliau lakukan selain berusaha bersabar dan
memohon pertolongan dengan sabar dan shalat terhadap penderitaan yang beliau
alami. Asma` selalu memendam kesedihannya hingga payudaranya mengeluarkan
darah. Belum lagi tahun
berganti hingga bertambah parah sakit beliau dan menjadi lemah jasmaninya
dengan cepat kemudian beliau meninggal dunia. Yang tinggal hanyalah lambang
kehormatan yang tercatat dalam sejarah setelah beliau mengukir sebaik-baik
contoh dalam hal kebijaksanaan, kesabaran dan kekuatan.
Sufikusuma Wardani –
Kontributor
(zafaran/muslimahzone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar